Sejarah Sumpit
Asal
mula ditemukannya sumpit, konon berasal dari seorang kakek beranama
Jiang Zi Ya yang hidup bersama istrinya dalam kemiskinan.
Sumpit
adalah bagian dari kebudayaan Tionghua yang sudah ada sejak 5000 tahun
lalu. Ahulu, alat bantu untuk makan ini disebut sebagai “zhu”. Namun
menurut penghuni perahu selatan, kata “zhu” ini dianggap sebagai sesuatu
yang tak menguntungkan karena “zhu” terdengar seperti “berhenti”, yang
menyarankan agar kapal-kapal tak bergerak. Karena hal inilah akhirnya
“zhu” diganti dengan pengucapan “kuai zi”. “Kuai” sendiri memiliki bunyi
yang sama dengan kuai (cepat) yang berarti kapal yang berlayar cepat.
Menurut
literature sejarah yang dimiliki China town, bentuk sumpit dahulu
berupa batang bamboo dan ranting kayu yang digunakan untuk memungut
makanan. Memasuki abad ke-8 Masehi, sumpit sudah menjadi peralatan makan
yang umum bagi suku Uighur yang tinggal di wilayah Stepa, Mongolia.
Setelah abad ke-14, pada masa dinasti Ming dan Qing, sumpti sudah
menjadi barang terkenal melebihi sendok.
Konon,
asal mula ditemukannya sumpit sendiri berasal dari seorang kakek
bernama Jiang Zi Ya yang hidup bersama istrinya dalam kemiskinan. Sang
istri menaruh dendam kepada suaminya karena dia harus terseret dalam
kehidupan sulit dan serba kekurangan. Singkat cerita, si istri kemudian
berniat meracuni suaminya melalui makanan. Saat si kakek akan
memakannya, seekor burung tiba-tiba mematuk tangannya dan menuntunnya ke
hutan bamboo. Di hutan bamboo itulah si burung berbicara kepada si
kakek, “Jangan pakai tanganmu untuk mengambil makanan. Gunakanlah
tumbuhan ini.”
Setelah
itu, si kakek kemduian mengambil makanan beracun dengan batang bamboo.
Saat menyentuh makanan tersebut, batang bamboo itu mengeluarkan asap
hijau. Sejak saat itulah Jing Zi Ya mengerti bahwa batang bamboo bisa
menguji racun dan memanfaatkannya sebagai alat bantu makannya. Para
tetangganya kemudian mengikuti contoh tersebut hingga kebiasaan ini
terus turun temurun dari generasi ke generasi.
Selain
sebagai alat bantu makan, di Tiongkok sumpit juga memiliki arti yang
lebih. Sumpit bisa menunjukkan status social seseorang. Orang-orang kaya
pada zamn dulu memakai sumpit dari gading dan emas. Keluarga kerajaan
menggunakan sumpit dari perak yang bisa mendeteksi racun pada makanan
untuk mencegah pembunuhan.
Pada
masa pemerintahan Kaisar Xuan Zong di dinasti Tang, Perdana Menteri
Song Jing selalu menghadiahkan sepasang sumpit pada pegawainya agar
karakter pegawai tersebut lurs seperti sepasang sumpit.
Penggunaan
sumpit sebagai peralatan makan utama, khususnya masakan Timur, semakin
popular dari abad ke abad. Tak heran jika akhirnya semakin banyak sumpti
bernilai seni yang dibuat. Sumpit-sumpit ini biasanya dihiasi dengna
lukisan bunga, burung, serangga, ikan, naga, phoenix, unicorn, dan
kepala singa. Kadang logam mulia atau batu berharga seperti giok dan
mutiara jgua digunakan untuk menghiasi sumpit tersebut.
Sejarah Sumpit
Asal
mula ditemukannya sumpit, konon berasal dari seorang kakek beranama
Jiang Zi Ya yang hidup bersama istrinya dalam kemiskinan.
Sumpit
adalah bagian dari kebudayaan Tionghua yang sudah ada sejak 5000 tahun
lalu. Ahulu, alat bantu untuk makan ini disebut sebagai “zhu”. Namun
menurut penghuni perahu selatan, kata “zhu” ini dianggap sebagai sesuatu
yang tak menguntungkan karena “zhu” terdengar seperti “berhenti”, yang
menyarankan agar kapal-kapal tak bergerak. Karena hal inilah akhirnya
“zhu” diganti dengan pengucapan “kuai zi”. “Kuai” sendiri memiliki bunyi
yang sama dengan kuai (cepat) yang berarti kapal yang berlayar cepat.
Menurut
literature sejarah yang dimiliki China town, bentuk sumpit dahulu
berupa batang bamboo dan ranting kayu yang digunakan untuk memungut
makanan. Memasuki abad ke-8 Masehi, sumpit sudah menjadi peralatan makan
yang umum bagi suku Uighur yang tinggal di wilayah Stepa, Mongolia.
Setelah abad ke-14, pada masa dinasti Ming dan Qing, sumpti sudah
menjadi barang terkenal melebihi sendok.
Konon,
asal mula ditemukannya sumpit sendiri berasal dari seorang kakek
bernama Jiang Zi Ya yang hidup bersama istrinya dalam kemiskinan. Sang
istri menaruh dendam kepada suaminya karena dia harus terseret dalam
kehidupan sulit dan serba kekurangan. Singkat cerita, si istri kemudian
berniat meracuni suaminya melalui makanan. Saat si kakek akan
memakannya, seekor burung tiba-tiba mematuk tangannya dan menuntunnya ke
hutan bamboo. Di hutan bamboo itulah si burung berbicara kepada si
kakek, “Jangan pakai tanganmu untuk mengambil makanan. Gunakanlah
tumbuhan ini.”
Setelah
itu, si kakek kemduian mengambil makanan beracun dengan batang bamboo.
Saat menyentuh makanan tersebut, batang bamboo itu mengeluarkan asap
hijau. Sejak saat itulah Jing Zi Ya mengerti bahwa batang bamboo bisa
menguji racun dan memanfaatkannya sebagai alat bantu makannya. Para
tetangganya kemudian mengikuti contoh tersebut hingga kebiasaan ini
terus turun temurun dari generasi ke generasi.
Selain
sebagai alat bantu makan, di Tiongkok sumpit juga memiliki arti yang
lebih. Sumpit bisa menunjukkan status social seseorang. Orang-orang kaya
pada zamn dulu memakai sumpit dari gading dan emas. Keluarga kerajaan
menggunakan sumpit dari perak yang bisa mendeteksi racun pada makanan
untuk mencegah pembunuhan.
Pada
masa pemerintahan Kaisar Xuan Zong di dinasti Tang, Perdana Menteri
Song Jing selalu menghadiahkan sepasang sumpit pada pegawainya agar
karakter pegawai tersebut lurs seperti sepasang sumpit.
Penggunaan
sumpit sebagai peralatan makan utama, khususnya masakan Timur, semakin
popular dari abad ke abad. Tak heran jika akhirnya semakin banyak sumpti
bernilai seni yang dibuat. Sumpit-sumpit ini biasanya dihiasi dengna
lukisan bunga, burung, serangga, ikan, naga, phoenix, unicorn, dan
kepala singa. Kadang logam mulia atau batu berharga seperti giok dan
mutiara jgua digunakan untuk menghiasi sumpit tersebut.
1 komentar:
makasih kak udah berbagi infonya
cuaca
Post a Comment